Rabu, 16 November 2011

PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS HUMANISTIK, REKONSTRUKSIONISME, AKADEMIK, DAN KOMPETENSI


DAFTAR ISI
                                                                                                                                               

DAFTAR ISI..........................................................................................................................            i
BAB I
PENDAHULUAN..................................................................................................            1
BAB II
PEMBAHASAN....................................................................................................            2
a. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berbasis Humanistik............................................2
b. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berbasis Rekonstruksionisme..............................3
c. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berbasis Akademik..............................................4
d. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi...........................................5
BAB III
PENUTUP..............................................................................................................................9
a. Kesimpulan..........................................................................................................................9
b. Saran dan Kritik..................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................            10


BAB I
PENDAHULUAN


Puji syukur kehadirat Allah Swt yang memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami selalu berusaha untuk memenuhi semua tugas mata kuliah yang telah kami usahakan semaksimal mungkin. Shalawat dan Salam semoga tercurahkan pada junjungan Nabi kita Muhammad Saw yang senantiasa memberikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Menurut beberapa ahli kurikulam adalah sebagai alat untuk transmisi kebudayaan, transformasi pribadi peserta didik dan transaksi dengan masyarakat. Dan menurut pandangan Einser, kurikulum sebagai pengembangan proses kognitif, teknologi, humanistik, atau aktualisasi diri peserta didik, rekonstruksi sosial dan akademis.
Jika pendidikan berfungsi menumbuhkan kreativitas, melestarikan nilai-nilai serta membekali kemampuan produktif, maka model kurikulum yang tepat adalah menggunakan pendekatan akademik, teknologi, dan pendekatan humanistik. Dan untuk kali ini makalah yang kami paparkan adalah mengenai “Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berbasis Humanistik, Rekonstruksionisme, Akademik, Dan Kompetensi”.
Kami menyadari bahwa dalam tugas makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan dan jauh dari kata sempurna untuk itu tanggapan, teguran, dan kritikan serta saran yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan dari teman-teman, wa bil khusus kepada Bapak dosen pengampu  Pengembangan Kurikulum, kami juga berharap semoga tugas ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.




BAB II
PEMBAHASAN


A. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berbasis Humanistik.
Kurikulum ini berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Para pendidik humanistik yakin bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu memberikan hasil maksimal. Hasil penelitian menunjukkan konsep diri siswa berkorelasi tinggi dengan prestasi akademis. Siswa dengan konsep diri rendah lebih banyak mengalami kesulitan belajar dari pada siswa dengan konsep diri positif.
Selanjutnya siswa hendaknya diikutsertakan dalam pengelolaan kelas dan keputusan instruksional. Mereka hendaknya turut serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan peraturan sekolah, meraka hendaknya diperbolehkan memilih kegiatan belajar dan membuktikan hasil belajarnya melalui berbagai macam karya atau kegiatan.
Pendekatan humanistik dalam kurikulum didasarkan atas asumsi-asumsi berikut[1]:
a.    Siswa akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya.
b.    Siswa yang diturut sertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya.
c.    Hasil belajar akan meningkat dalam suasana belajar diliputi oleh rasa saling mempercayai, saling membantu, saling mempedulikan, dan bebas dari ketegangan yang berlebihan.
d.   Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggung jawab kepada siswa atas kegiatan belajarnya dan memupuk sikap positif terhadap “apa sebab” dan “bagaimana mereka belajar”.
e.    Kepedulian siswa akan pelajaran memegang peranan penting dalam penguasaan bahan pelajaran itu.
f.     Evaluasi diri adalah bagian penting dalam proses belajar yang memupuk rasa harga diri.
Bertolak dari ide memanusiakan manusia. Penciptaan konteks yang akan memberikan peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi, dan dasar pengembangan program pendidikan[2].

B. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berbasis Rekayasa Sosial.
Pendekatan ini disebut rekonstruksi sosial karena memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, rasialisme, interdependensi, global, kemiskinan, malapetaka akibat kemajuan teknologi, perang dan damai, keadilan sosial, hak asasi manusia, dan lain-lain. Dalam gerakan rekonstruksi sosial ini terdapat dua kelompok utama yang sangat berbeda pandangannya tentang kurikulum yakni[3]:
1. Rekonstruksionisme Konservatif.
Aliran ini menginginkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Masalah-masalah dapat bersifat lokal dan dapat dibicarakan di Sekolah Dasar, ada pula yang bersifat daerah, nasional, regional, dan internasional bagi pelajar Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi.
2. Rekonstruksionisme Radikal.
Pendekatan ini berpendapat bahwa banyak negara mengadakan pembangunan dengan merugikan rakyat kecil yang miskin yang merupakan mayoritas masyarakat.
Kedua pendirian yang saling bertentangan ini baik yang konservatif maupun yang radikal mempunyai unsur kesamaan. Masing-masing berpendirian bahwa misi sekolah ialah untuk mengubah dan memperbaiki masyarakat. Perbedaannya terletak dalam definisi atau tafsiran masing-masing tentang “perbaikan” dan cara pendekatan terhadap masalah itu. Golongan konservatif bekerja dalam rangka struktur yang ada untuk memperbaiki kualitas hidup. Mereka berasumsi bahwa masalah-masalah sosial adalah hasil ciptaan manusia dan karena itu dapat diatasi oleh manusia.
Sebaliknya golongan radikal ingin merombak tata sosial yang ada dan menciptakan tata sosial yang baru sama sekali untuk memperbaiki mutu hidup, oleh sebab itu tata sosial yang ada tidak adil dan akan tetap tidak adil.
Kurikulum model ini difokuskan pada problem yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Model kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan interaksional. Desain yang ditampilkan dalam kurikulum rekonstruksi sosial adalah sebagai berikut[4]:
1.    Asumsi tujuan utama kurikulum model ini adalah menghadapkan peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan yang dihadapi manusia (teori konflik). Tantangan itu mencakup masalah masyarakat yang bersifat universal yang dapat dikaji dalam kurikulum.
2.    Masalah-masalah sosial yang ada memberi kontribusi pertanyaan-pertanyaan masalah sosial yang harus dijawab dengan aktivitas kurikulum.
3.    Pola-pola organisasi membuat kegiatan pleno yang membahas tema utama yang dijadikan bahan dalam diskusi kelompok.
Kurikulum model ini pada dasarnya menghendaki adanya proses belajar yang menghasilkan perubahan secara relatif tetap dalam perilaku, yaitu dalam berpikir, merasa, dan melakukan. Bila pendidikan dapat mengubah tingkah laku individu, pendidikan itu dapat pula mengubah masyarakat, sehingga sekolah dipandang sebagai “agent of change.” Sifat pendidikan selalu mengacu pada masa depan sekalipun menggunakan masa lampau dan masa kini sebagai pijakannya. Oleh karena itu, pendidikan dapat mengatur dan mengendalikan perkembangan sosial dengan menggunakan teknik “social engineering” untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan.

C. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berbasis Akademik
Dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistemisasi disiplin ilmu masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki sistemisasi tertentu yang berbeda dengan sistemisasi ilmu lainnya. Pengembangan kurikulum subyek akademik dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu[5].
Ada tiga pendekatan dalam perkembangan kurikulum subyek akademik. Pendekatan pertama, melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Murid-murid belajar bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekedar mengingat-ingatnya. Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat integratif. pendekatan ini merupakan respon terhadap perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan komprehensif-terpadu. Pendekatan ketiga adalah pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis. Mereka tetap mengajar berdasarkan mata pelajaran dengan menekankan membaca, menulis, dan memecahkan masalah-masalah matematis[6].
Model kurikulum ini sangat mengutamakan pengetahuan, sehingga pendidikan diarahkan lebih bersifat intelektual. Konotasi model ini tidak hanya menerima apa yang disampaikan dalam perkembangan, tetapi juga menerima proses belajar yang dialami peserta didik. Sumber model subjek akademis dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Semua pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan pada pemikiran masa lalu, sedangkan masa kini hanya memelihara dan mewarisi hasil budaya masa lalu tersebut. Sebaliknya, kurikulum lebih mengutamakan isi pendidikan dan peserta didik merupakan usaha untuk menguasai isi pendidikan sebanyak-banyaknya.
Sekolah adalah tempat peserta didik untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa fungsi itu, eksistensi sekolah akan kehilangan pamornya yang paling utama. Saat memuncak, model subjek akademis (istilah lain rasionalisasi-akademis) ini mengalami perkembangan menjadi tiga struktur disiplin, yaitu:
1.    Aliran yang melanjutkan struktur disiplin, aliran ini menonjolkan proses penelitian ilmiah, baik masalah sosial, nilai-nilai, maupun kebijaksanaan tokoh-tokoh pemerintah. Kritik yang timbul pada aliran ini adalah pendidikan menghasilkan manusia-manusia sinis, dingin, objektif rasional dan tidak mempunyai kepercayaan. Selain itu aliran ini pun menghasilkan manusia-manusia yang tidak memiliki cita-cita nasional dan tidak memiliki pemujaan terhadap pahlawan serta emosinya miskin.
2.    Pelajar terpadu, dalam memahami masalah yang kompleks, aliran ini menggunakan beberapa disiplin ilmu yang terpadu yang diperoleh dari pelajaran konsep-konsep pokok, proses-proses ilmiah, gejala-gejala alam, dan masalah-masalah yang dihadapi. Oleh karena itu pendekatannya adalah interdisipliner.
3.    Pendidikan fundamental yang mementingkan isi dan materi, disamping cara-cara atau proses berfikir.
Secara umum, kurikulum model subjek akademis dipandang sebagai model yang masih sepihak dan belum mampu mengintegrasikan antara nilai lama dan nilai baru, padahal islam menghendaki adanya model yang interdisipliner dan integratif terhadap semua masalah-masalah kehidupan[7].

D. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum berbasis kompetisi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
KBK memfokuskan pada perolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapainnya dapat dinikmati dalam bentuk perilaku atau ketrampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk membentuk peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep belajar tuntas dan pengembangan bakat, setiap peserta didik harus diberi kesempatan untuk mencapai suatu tujuan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing.
KBK menurut guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun demikian konsep ini tentu saja tidak dapat digunakan sebagai resep untuk memecahkan semua masalah pendidikan, namun dapat memberi sumbangan yang cukup signifikan terhadap perbaikan pendidikan[8].
Kurikulum adalah subsistem dalam dunia pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dari proses dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Sedangkan kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Jadi, Kurikulum Berbasis Kompentensi adalah kurikulum yang secara dominan menekankan pada kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa dalam setiap mata pelajaran pada setiap jenjang sekolah. Sebagai implikasinya akan terjadi pergeseran dari dominasi penguasaan kongnitif menuju penguasaan kompetensi tertentu. Kompetensi yang dituntut terbagi atas tiga jenis, yaitu:
1.    Kompetensi tamatan yaitu, kompetensi minimal yang harus dicapai oleh siswa setelah menamatkan sesuatu jenjang paendidikan tertentu.
2.    Kompetensi mata pelajaran, yaitu kompetensi minimal yang harus dicapai pada saat siswa menyelesaikan mata pelajaran tertentu.
3.    Kompetensi dasar, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai oleh siswa dalam setiap bahasan atau materi tertentu dalam satu bidang tertentu.
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan kerangka inti yang memiliki empat komponen sebagai framework, yaitu:
1.    Kurikulum dan hasil belajar. Memuat perencanaan pembangunan kompetensi peserta didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai 18 tahun dan juga memuat hasil belajar, indikator, dan materi.
2.    Penilaian berbasis kelas. Memuat prinsip sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsistensebagai akuntabilitas public melalui identifikasi kompetensi dari indikator belajar yang telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai serta peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan.
3.    Kegiatan belajar mengajar. Memuat gagasan pokok tentang pembelajaran dan pengajaran untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan serta gagasan pedagogis dan adragogis yang mengelola pembelajaran agar tidak mekanistik.
4.    Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah. Memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga pendidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar, pola ini dilengkapi dengan gagasan pembentukan kurrikulum (curriculum council), pengambangan perangkat kurikulum[9].
Landasan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Antara lain:
A. Filosofis
Landasan filosofis yang mendasari pengembangan kurikulum berbasis kompetensi adalah penerapan dari pandangan konstruktivisme dalam pendidikan. Dalam pandangan ini lebih tercurah kepada pemberdayaan potensi dan kemampuan anak. Sehingga siswa mendapat pembelajaran dengan mengutamakan kualitas proses dan hasil dalam hal ketercapaian kompetensi yang ingin diharapkan dalam pembelajaran.
B. Yuridis
Landasan yuridis yang mendasari adanya penyempurnaan kurikulum antara lain:
  1. Perubahan pada UUD 1945 Pasal 31 tentang pendidikan.
  2. TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN tahun 1999-2004: Bab IV bagian E, butir 3, mengenai pembaruan system pendidikan termasuk di dalam-nya pembaruan kurikulum.
  3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  4. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999: Bab IV Pasal 7 tentang Kewenangan Daerah.
  5. Peraturan pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Daerah Propinsi sebagai daerah otonom.
  6. Sosiologis
Landasan sosiologis yang mendasari pengembangan kurrikulum berbasis kompetensi, antara lain:
  1. Perkembangan kehidupan yang ditandai oleh beberapa ketimpangan dalam kehidupan, seperti moral, akhlak, jati diri bangsa, social, politik serta ekonomi.
  2. Upaya peningkatan mutu pendidikan selama ini belum mencapai taraf yang memadai yang mampu meningkatkan taraf kehidupan masyarakat pada umumnya.
  3. Empiris.
Landasan empiris yang mendasari pengembangan kurikulum yang berbasis kompetensi ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
  1. Dalam kajian dokumen kurikulum di indonesia sejak kurikulum 1975, 1984, dan 1994 pada dasarnya ialah kurikulum berbasis materi, sehingga dalam pembelajarannya terasa terburu-buru dan menekankan pencapaian materi yang menjadi tuntutan kurikulum dan mengenyampingkan kebutuhan ketercapaian kompetensi yang seharusnya dicapai oleh siswa.
  2. Dari hasil kajian terhadap kajian literatur, kurikulum, buku panduan, dan buku-buku pelajaran dinegara-negara maju. Seperti Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan Singpura, perkembangan pendekatan kurikulum sejak akhir 1960-an sampai dengan tahun 1980-an telah menggunakan pendekatan berbasis kompetensi (competence based approach) dan pendekatan belajar tuntas (mastery learning approach).


BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan.
Pendekatan Pengembangan Kurikulum Humanistik ini berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Para pendidik humanistik yakin bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu memberikan hasil maksimal. Hasil penelitian menunjukkan konsep diri siswa berkorelasi tinggi dengan prestasi akademis. Siswa dengan konsep diri rendah lebih banyak mengalami kesulitan belajar dari pada siswa dengan konsep diri positif.
Pendekatan Rekayasa Sosial ini juga disebut rekonstruksi sosial karena memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, rasialisme, interdependensi, global, kemiskinan, malapetaka akibat kemajuan teknologi, perang dan damai, keadilan sosial, hak asasi manusia, dan lain-lain.
Pengembangan kurikulum subyek akademik dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.
Kurikulum berbasis kompetisi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.

B. Saran dan Kritik.
Sebagai manusia yang tak terlepas dari kesalahan kami sangat mengharap saran dan kritik dari teman-teman, lebih khusus kepada Bapak Dosen demi menuju kesempurnaan makalah ini. Demikian makalah yang bisa kami paparkan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin...


DAFTAR PUSTAKA


Ø Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
Ø Drs. Choirul Anam, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Sidoarjo: Qisthos Digital Press, 2009.
Ø Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Bandung: Nuansa Cendekia, 2003.
Ø Dr. Abdul Mujib, M.Ag, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2006.



[1] Drs. Choirul Anam, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Sidoarjo: Qisthos Digital Press, 2009. hal 45.
[2] Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Bandung: Nuansa Cendekia, 2003. hal. 150.
[3] Drs. Choirul Anam, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Sidoarjo: Qisthos Digital Press, 2009. hal 46-47.
[4] Dr. Abdul Mujib, M.Ag, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2006, hal 147.
[5] Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Bandung: Nuansa Cendekia, 2003, hal.150.
[6] Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, hal. 83-84.
[7] Dr. Abdul Mujib, M.Ag, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2006, hal 145.
[8] Drs. Choirul Anam, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Sidoarjo: Qisthos Digital Press, 2009. hal

1 komentar:

  1. Win a prize in slot machines - JTM Hub
    Win a 진주 출장샵 prize 김제 출장마사지 in slot machines. 고양 출장마사지 We 제천 출장안마 offer online slot games to those who like to play, 김제 출장마사지 and we really, really want to help others.

    BalasHapus