Minggu, 13 November 2011

“ Sabda Nabi SAW : Bisa jadi orang-orang yang menerima ajaran Islam secara tidak langsung, lebih paham daripada mereka yang menerimanya langsung dari Nabi SAW dan Nabi SAW, tidak terus menerus dalam menyampaikan nasihat dan ilmu tentang Islam agar orang-orang tidak pergi ( jemu ) ”


BAB I
PENDAHULUAN


Alhamdulillahi Robbil ’Alamin, segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam, yang telah melimpahkan hidayah dan taufiq-Nya kepada semua makhluk-Nya, Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas junjungan kita Nabi Muhammad Saw yang telah menyabdakan ’’Tuhanku mendidik aku, maka Dia mendidik dengan sebaik-baiknya’’. Beliau adalah penyandang gelar Al-Amin karena akhlaknya yang luhur.
Maksud dari disusunnya makalah ini adalah karena adanya tugas yang mewajibkan disusunnya makalah ini. Dalam menyusun makalah ini, kami berusaha menyajikan secara sederhana, praktis, dan sistematis agar mudah dipelajari dan dihayati oleh para teman dan mereka yang memilih perhatian besar terhadap hadits.
Mata kuliah Hadits Tarbawi ini merupakan salah satu mata kuliah yang harus diikuti oleh semua mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Arab ( PBA ). Adapun materinya meliputi sebagaimana yang tertera dalam kontrak perkuliahan. Pada kesempatan kali ini, kami akan membahas tentang materi,Sabda Nabi SAW : Bisa jadi orang-orang yang menerima ajaran Islam secara tidak langsung, lebih paham daripada mereka yang menerimanya langsung dari Nabi SAW dan Nabi SAW, tidak terus menerus dalam menyampaikan nasihat dan ilmu tentang Islam agar orang-orang tidak pergi ( jemu ) ”.
Kami menyadari bahwa dalam tugas ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan dan jauh dari kata sempurna untuk itu tanggapan, teguran, dan kritikan serta saran yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan dari teman-teman, wa bil khusus kepada bapak dosen pengampu  hadits tarbawi, kami juga berharap semoga tugas ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.


BAB II
PEMBAHASAN

HADIST KE−I
باب: قول النبي صلى الله عليه و سلم رب مبلغ أوعى من سامع
Sabda Nabi SAW : Bisa jadi orang-orang yang menerima ajaran Islam secara tidak langsung, lebih paham daripada mereka yang menerimanya langsung dari Nabi SAW “.

A. Hadist[1].                                                                             
عن أبي بكرة رضي الله عنه: قعد النبي صلى الله عليه و سلم على بعيره، وأمسك إنسان بخطامه − أو بزمامه – ثم قال: ( أي يوم هذا ؟ ) فسكتنا حتى ظننا أنه سيسميه سوى اسمه، قال: ( أليس يوم النحر)  قلنا بلى، قال: ( فأي شهر هذا ؟ ) فسكتنا حتى ظننا أنه سيسميه بغير اسمه فقال: ( أليس بذي الحجة ) قلنا بلى، قال: ( فإن دماءكم وأموالكم وأعراضكم بينكم حرام كحرمة يومكم هذا في شهركم هذا في بلدكم هذا ليبلغ الشاهد الغائب فإن الشاهد عسى أن يبلغ من هو أوعى له منه ). ( رواه البخاري )

Diriwayatkan dari Abi bakrah r.a bahwa suatu ketika rasulullah Saw, berada di atas untanya dan ada seseorang yang memegangi tali kekang unta tersebut, kemudian Rasulullah Saw bertanya: Hari apa ini? kami semua diam karena kami mengira bahwa beliau akan menamai hari itu dengan nama lain, lalu beliau berkata: Bukankah ini hari qurban! kami menjawab, benar Ya Rasulullah. Beliaupun bertanya lagi: Bulan apa ini? kami semua diam karena kami mengira bahwa beliau akan memberikan nama lain bagi bulan ini, lalu beliau berkata: Bukankah ini bulan Dzulhijjah! kami menjawab benar, Ya Rasulullah. Lalu Rasulullah bersabda: “ Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian diantara kalian adalah haram, sebagaimana terlarangnya berbuat pelanggaran pada hari, bulan, dan negeri yang mulia ini. Hendaklah orang yang hadir menyampaikan hal ini kepada orang yang tidak hadir, karena bisa jadi orang yang tidak hadir di sini pemahamannya lebih baik dari pada orang yang hadir.

B. Takhrij Hadist[2].
حدثنا مسدد قال حدثنا بشر قال حدثنا ابن عون عن ابن سيرين عن عبد الرحمن بن أبي بكرة عن أبيه: ذكر النبي صلى الله عليه و سلم قعد على بعيره وأمسك إنسان بخطامه - أو بزمامه - قال أي يوم هذا. فسكتنا حتى ظننا أنه سيسميه سوى اسمه قال ( أليس يوم النحر ). قلنا بلى قال ( فأي شهر هذا ). فسكتنا حتى ظننا أنه سيسميه بغير اسمه فقال ( أليس بذي الحجة ). قلنا بلى قال ( فإن دماءكم وأموالكم وأعراضكم بينكم حرام كحرمة يومكم هذا في شهركم هذا في بلدكم هذا ليبلغ الشاهد الغائب فإن الشاهد عسى أن يبلغ من هو أوعى له منه ).
[ ش ( إنسان ) قيل هو بلال وقال في الفتح لكن الصواب أنه هنا أبو بكرة. ( بخطامه أو بزمامه ) هما بمعنى واحد وهو خيط تشد فيه حلقة تجعل في أنف البعير. ( يوم النحر ) أي اليوم الذي تنحر فيه الأضاحي أي تذبح وهو اليوم العاشر من ذي الحجة. ( حرام ) يحرم عليكم المساس بها والاعتداء عليها  . ( كحرمة ) كحرمة تعاطي المحظورات في هذا اليوم. ( في بلدكم هذا ) مكة وما حولها. ( الشاهد ) الحاضر. ( أوعى له ) أفهم للحديث المبلغ ].
Perawi Hadist.
1. Abu Bakrah[3].
Nama lengkap Abu Bakrah ialah Nafi’ bin al-Harith bin Kaldah Bin ‘Amr bin Ilaj bin Abi Salamah. Namanya Abd. al-Uzza bin Ghayrah bin Awf bin Qays. Namanya turut dikenali sebagai Masruh. Menurut Ibnu Sa’d, dalam beberapa catatan hadis, ibunya adalah Sumayyah saudara seibu dengan Ziyad bin Abi Sufyan.
Bapaknya Abd. al-Harith bin Lakadah. Abu Bakrah pernah mengecapi zaman kanak-kanaknya sewaktu di Taif. Ketika Rasulullah SAW mengepung penduduk kota tersebut, baginda bersabda: “Siapa saja yang datang kepada kami, maka dia bebas (merdeka) daripada penghambaan”.
Baginda memanggilnya dengan nama Abu Bakrah. Menurut Ibnu Abd al-Bar, al-Hasan al-Basri salah seorang ulama tabien terkemuka, mengatakan, “Tidak ada seorang sahabat pun dari kalangan sahabat Rasulullah SAW yang tinggal di Basrah lebih mulia dibandingkan dengan Imran bin al-Husayn dan Abu Bakrah r.a. Beliau mempunyai banyak pengikut dan merupakan orang terhormat di Basrah”.
2. Imam Bukhari[4].
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju’fiy Al Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama Bukhari. Beliau lahir lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H ( 21 Juli 810 M ). Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster. Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan Al-Yaman el-Ja’fiy. Sebenarnya masa kecil Imam Bukhari penuh dengan keprihatinan. Di samping menjadi anak yatim, juga tidak dapat melihat karena buta ( tidak lama setelah lahir, beliau kehilangan penglihatannya tersebut ). Ibunya senantiasa berusaha dan berdo’a untuk kesembuhan beliau. Alhamdulillah, dengan izin dan karunia Allah, menjelang usia 10 tahun matanya sembuh secara total.
Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits ( Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits ). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.

C. Syarah Hadist[5].
Suatu ketika rasulullah Saw, menyampaikan pidatonya di atas unta وأمسك إنسان بخطامه - أو بزمامه  ( seseorang memegangi tali kekangnya ), ada yang mengatakan bahwa yang memegang tali kekang unta adalah Bilal namun yang benar adalah abu bakrah, sedangkan lafadz khitam atau zimaam adalah dua lafadz yang mempunyai arti sama.
 أي يوم هذا ؟ ( Hari apakah ini? ) Dalam riwayat Al-Mustamli dan Al-Hamawi tidak di sebutkan pertanyaan tentang bulan dan jawaban tentang hari, maka bunyi hadist tersebut adalah  أي يوم هذا ؟ فسكتنا حتى ظننا أنه سيسميه بغير اسمه فقال: أليس بذي الحجةdemikian pula dalam riwayat Al-Ashili. Hal ini termasuk dalam kaidah “ Ithlaqul Kull ‘Ala Al Ba’dh” menggunakan kata yang umum untuk menunjukkan arti yang khusus.       
Susungguhnya ucapan Nabi  فإن دماءكم، وأموالكم، وأعراضكم، ( sesungguhnya darah kalian, harta kalian, kehormatan kalian ) membuang mudhaf yaitu أي سفك دمائكم وأخذ أموالكم وثلب اعراضكم ( mengalirkan darah, mengambil harta, mengganggu kehormatan kalian ) adalah haram sebagaimana di haramkanya hari, bulan, dan negara ini. Sedangkan lafadz ليبلغ الشاهد  ( hendaknya orang yang hadir ini menyampaikan ) الشاهد adalah orang yang hadir dalam majelis Rasulullah dan الغائب  adalah orang yang tidak hadir dalam majelis tersebut. Maksud dari perkataan ini adalah perintah untuk menyampaikan perkataan atau hukum yang telah dijelaskan oleh Rasulullah.
Dalam hadist bab ini disebutkan فسكتنا بعد السؤال, sedangkan pada bab “Haji” dari Ibnu Abbas disebutkan أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خطب الناس يوم النحر فقال أى يوم هذا؟ قالوا يوم حرام, kedua riwayat ini kelihatannya saling bertentangan, akan tetapi sebenarnya keduanya dapat dipadukan. Kelompok yang bersama Ibnu Abbas, mereka menjawab pertanyaan Rasulullah tersebut, sedangkan kelompok yang bersama Abu Bakrah, mereka tidak menjawabnya dan berkata “Allah wa Rasuluhu A’lam”. Atau hadist Ibnu Abbas itu hanya diriwayatkan dengan maknanya saja ( secara maknawi ), karena hadist Abu Bakrah yang terdapat dalam bab “Haji” dan “Fitnah” berupa jawaban mereka قالوا بلى atas pertanyaan Rasulullah أليس هذا يوم النحر adalah sama maknanya dengan perkataan mereka هذا يوم حرام.
Dalam hal ini Abu Bakrah meriwayatkan hadist tersebut secara utuh, sedangkan Ibnu Abbas meringkasnya. Hal ini disebabkan kedekatan Abu Bakrah dengan Rasulullah, dan dialah yang memegang tali kekang untanya.

D. Fiqhul Hadist[6].
1.    Anjuran untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan.
2.    Bagi orang yang belum memiliki keahlian yang sempurna boleh menyampaikan hadist.
3.    Pemahaman bukan merupakan syarat dalam pelaksanaan.
4.    Terkadang orang yang datang belakangan lebih paham dari pada para pendahulunya.
5.    Tidak merehkan orang yang tidak hadir dalam majlis Ilmu.
6.    Duduk di atas binatang peliharaan yang sedang berdiri diperbolehkan berkhutbah jika dalam keadaan dharurat, sedangkan jika tidak dalam keadaan dharurat tidak dibolehkan.
7.    Khutbah sebaiknya dilakukan pada tempat yang tinggi agar para pendengar dapat melihat khatib dan mendengar suaranya.

HADIST KE−II
باب: ماكان النبي صلى الله عليه وسلم يتخولهم بالموعظة والعلم كى لاينفروا
 "Nabi Saw, tidak terus menerus dalam menyampaikan nasihat dan ilmu tntang Islam agar orang-orang tidak pergi ( jemu ) ”.

A. Hadist[7].
عن ابن مسعود رضي الله عنه قال: كان النبي صلى الله عليه و سلم يتخولنا بالموعظة في الأيام كراهة السآمة علينا. ( رواه البخارى )

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud r.a dia berkata: Nabi Saw tidak terus menerus dalam menyampaikan nasihat ajaran Islam kepada kami agar kami tidak merasa bosan.

B. Takhrij Hadist[8].
حدثنا محمد بن يوسف قال أخبرنا سفيان عن الأعمش عن أبي وائل عن ابن مسعود قال: كان النبي صلى الله عليه و سلم يتخولنا بالموعظة في الأيام كراهة السآمة علينا.
[ ش ( يتخولنا بالموعظة ) يتعهدنا مراعيا أوقات نشاطنا ولا يفعل ذلك دائما . ( كراهة السآمة ) لا يحب أن يصيبنا الملل ].
Perawi Hadist.
1. Ibnu Mas’ud[9].
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil al-Hudzali. Nama julukannya “ Abu Abdirahman”. Ia sahabat ke enam yang paling dahulu masuk islam. Ia hijrah ke Habasyah dua kali, dan mengikut semua peperangan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Dalam perang Badar, Ia berhasil membunuh Abu Jahal.
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda” Ambilah al-Quran dari empat orang: Abdullah, Salim ( sahaya Abu Hudzaifah ), Muadz bin Jabal dan Ubay bin Ka’ab”. Menurut para ahli hadits, kalau disebutkan “Abdullah” saja, yang dimaksudkan adalah Abdullah bin Mas’ud ini. Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai 848 hadits.

C. Syarah Hadist[10].
 يتخولartinya ) يتعهد memperhatikan(  sedangkan  موعظةberarti ( nasihat atau peringatan ). كان يتخولنا ( selalu memilih waktu yang tepat bagi kami ), maksud dari hadist ini adalah bahwa Rasulullah selalu memperhatikan aspek waktu dalam memberikan nasihat kepada kami. Beliau tidak memberikan nasihat setiap waktu supaya kami tidak merasa bosan.
Diriwayatkan bahwa Abu Amru bin Al‘Ala mendengar Al A’masy menyampaikan hadist ini dengan lafadz يتخولنا ( menggunakan huruf lam ), kemudian Abu Amru mengulangnya dengan menggunakan huruf “nun” يتخوننا dan Al A’masy tidak membantahnya karena kedua lafadz tersebut dibolehkan.
Abu Ubaid Al Harawi menyebutkan dalam kitab Al-Gharibiin bahwa yang benar adalah lafadz يتحولنا ( dengan huruf ha ), yang artinya Nabi memperhatikan kondisi kami ketika hendak memberikan nasihat. Dalam hal ini saya berpendapat bahwa yang benar adalah riwayat pertama ( يتخولنا ) karena Mansyur juga meriwayatkan dari Abu Wa’il seperti riwayat Al A’masy.

D. Fiqhul Hadist[11].
1.    Anjuran untuk tidak melakukan perbuatan shalih secara terus-menerus karena dikhawatirkan akan menyebabkan rasa bosan.
2.    Seorang Guru harus kreatif dalam pembelajarannya.
3.    Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam dunia pendidikan.
4.    Perbuatan Ibnu Mas’ud dan pemberian alasannya itu adalah dalam rangka mengikuti perbuatan Nabi Muhammad atau Ibnu Mas’ud mengikuti Nabi dengan memperhatikan waktu dalam melakukan ataupun meninggalkannya. Kemungkinan kedua tersebut merupakan kemungkinan yang paling tepat.
5.    Dari hadist ini sebagian ulama’ menyimpulkan bahwa menyamakan antara shalat sunah rawatib dengan yang bukan dalam pelaksanaannya secara kontinyu dalam waktu tertentu, adalah makruh hukumnya.

HADIST KE−III

A. Hadist[12].
عن أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : ( يسروا ولا تعسروا وبشروا ولا تنفروا .(( رواه البخارى )
Diriwayatkan dari Anas r.a dari Nabi Saw, bersabda: berikan kemudahan, jangan membuat sulit, sampaikan berita gembira, jangan membuat orang-orang lari dari Islam.

B. Takhrij Hadist[13].
حدثنا محمد بن بشار قال حدثنا يحيى بن سعيد قال حدثنا شعبة قال حدثني أبو التياح عن أنس عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: ( يسروا ولا تعسروا وبشروا ولا تنفروا ).
[ ش أخرجه مسلم في الجهاد والسير باب في الأمر بالتسير وترك التنفير ( بشروا ) من البشارة وهي الإخبار بالخير . ( ولا تنفروا ) بذكر التخويف وأنواع الوعيد ].
Perawi Hadist.
1. Anas bin Malik[14].
Anas adalah  (Khadam) pelayan Rasulullah yang terpercaya, ketika ia berusia 10 tahun, ibunya Ummu sulaiman membawanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam untuk berkhidmat. Ayahnya bernama Malik bin an-Nadlr. Rasulullah sering bergurau dengan Anas bin Malik, dan Rasulullah sendiri tidaklah bersikap seperti seorang majikan kepada hambanya. Anas bin Malik urutan ke tiga dari sahabat yang banyak meriwayatkan hadist, Ia meriwayatkan sebanyak 2.286 hadits.
Anas bin Malik tidak berperang dalam perang Badar yang akbar, karena usianya masih sangat muda. Tetapi ia banyak mengikuti peperangan lainnya sesudah itu. Pada waktu Abu Bakar meminta pendapat Umar mengenai pengangkatan Anas bin Malik menjadi pegawai di Bahrain, Umar memujinya :” Dia adalah anak muda yang cerdas dan bisa baca tulis, dan juga lama bergaul dengan Rasulullah”.

C. Syarah Hadist[15].
Faidah penambahan kalimat ولاتعسروا ( dan jangan mempersulit ) adalah sebagai penegasan. Imam Nawawi berkata; Jika hanya menggunakan kata يسروا ( berilah kemudahan) maka orang akan memberikan kemudahan sekali dan sering mempersulit orang lain termasuk dalam hadist tersebut. Oleh karena itu Rasulullah bersabda: ولاتعسروا dengan maksud untuk mengingatkan, bahwa memberikan kemudahan kepada orang lain harus selalu dilakukan dalam setiap situasi dan kondisi.
Demikian pula dengan sabda Nabi: ولاتنفروا ( dan jangan meninggalkan ) setelah kataوبشروا  ( dan berilah berita gembira ). Dalam bab “ Adab “, Imam Bukhari meriwayatkan dari Adam, dari Syu’bah dengan menggunakan lafadz وسكنوا ( dan berilah ketenangan ) yang merupakan lawan kata dari ولاتنفروا, sebab kata سكنوا ( ketenangan ) lawan kata dari نفور (meninggalkan ), seperti halnya kata البشارة ( berita gembira ) merupakan lawan kata dari النذارة ( berita buruk ). Akan tetapi karena menyampaikan kabar buruk dalam pada awal sebuah pengajaran dapat menyebabkan orang tidak menghiraukan nasihat yang akan diberikan kepadanya, maka kata  بشروا di sini diikuti dengan kata تنفروا.

D. Fiqhul Hadist[16].
1.    Kita harus berlaku ramah kepada orang yang baru memeluk Islam dan tidak mempersulitnya.
2.    Lemah-lembut dalam melarang perbuatan maksiat agar dapat diterima dengan baik.
3.    Menggunakan metode bertahap dalam mengajarkan suatu Ilmu, karena segala sesuatu jika diawali dengan kemudahan, maka akan dapat memikat hati dan menambah  rasa cinta, berbeda halnya jika pengajaran itu dimulai dengan kesulitan.
4.    Mengembangkan metode ( tidak hanya itu-itu saja ).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan.
Hadist pertama di atas dalam riwayat Imam Bukhari dan riwayat-riwayat lainnya disebutkan bahwa mereka para sahabat menjawab setiap pertanyaan Rasulullah الله ورسوله أعلم  ( Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui ). Hal itu merupakan sopan-santun atau adab yang baik, karena mereka mengetahui bahwa Rasulullah telah mengetahui jawaban tersebut, dengan kata lain hadist tersebut terdapat perintah untuk mengembalikan setiap permasalahan pada syari’ ( pembuat hukum ). Diantara ma’na yang dapat diambil dari hadist pertama adalah sebagai berikut:
1.    Anjuran untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan.
2.    Mengembalikan permasalahan hukum pada syari’.
3.    Bagi orang yang belum memiliki keahlian yang sempurna boleh menyampaikan hadist.
4.    Menyampaikan Ilmu kepada yang tidak hadir.
5.    Pemahaman bukan merupakan syarat dalam pelaksanakan.
6.    Terkadang orang yang datang belakangan lebih paham dari pada para pendahulunya.
7.    Duduk di atas binatang peliharaan yang sedang berdiri diperbolehkan berkhutbah jika dalam keadaan dharurat, sedangkan jika tidak dalam keadaan dharurat tidak dibolehkan.
8.    Khutbah sebaiknya dilakukan pada tempat yang tinggi agar para pendengar dapat melihat khatib dan mendengar suaranya.

Dalam judul bab Hadist kedua dan ketiga di atas mempunyai kemiripan makna pada lafadz  السآمة( bosan ) dan النفور ( meninggalkan ), sehingga korelasinya adalah bahwa hadist-hadist tersebut menekankan untuk menyampaikan Ilmu dengan memperhatikan situasi dan kondisi. Diantara ma’na yang dapat diambil dari hadist kedua dan ketiga adalah sebagai berikut:
a. Hadist kedua:
1.    Anjuran untuk tidak melakukan perbuatan shalih secara terus-menerus karena dikhawatirkan akan menyebabkan rasa bosan.
2.    Perbuatan Ibnu Mas’ud dan pemberian alasannya itu adalah dalam rangka mengikuti perbuatan Nabi Muhammad atau Ibnu Mas’ud mengikuti Nabi dengan memperhatikan waktu dalam melakukan ataupun meninggalkannya. kemungkinan kedua tersebut merupakan kemungkinan yang paling tepat.
3.    Dari hadist ini sebagian ulama’ menyimpulkan bahwa menyamakan antara shalat sunah rawatib dengan yang bukan dalam pelaksanaannya secara kontinyu dalam waktu tertentu, adalah makruh hukumnya.
b. Hadist ketiga:
1.    Kita harus berlaku ramah kepada orang yang baru memeluk Islam dan tidak mempersulitnya.
2.    Lemah-lembut dalam melarang perbuatan maksiat agar dapat diterima dengan baik.
3.    Menggunakan metode bertahap dalam mengajarkan suatu Ilmu, karena segala sesuatu jika diawali dengan kemudahan, maka akan dapat memikat hati dan menambah  rasa cinta, berbeda halnya jika pengajaran itu dimulai dengan kesulitan.

B. Saran dan Kritik.
Sebagai manusia yang tak terlepas dari kesalahan kami sangat mengharap saran dan kritik dari teman-teman, lebih khusus kepada Bapak Dosen demi menuju kesempurnaan makalah ini. Demikian makalah yang bisa kami paparkan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin...

DAFTAR PUSTAKA


Ø Al Imam Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Sharah Shahih Al Bukhari, Pustaka Azzam Anggota IKAPI DKI 1997, cet ke-1.
Ø Shahih Bukhari, Maktabah Syamilah.
Ø Imam Az-zabidi, Terj. At-Tajrid As-Shorih, Pustaka Amani Jakarta.


[1] Imam Az-Zabidi, Terj. At-Tajrid As-Sharih hadist ke-61.
[2] Shahih Bukhari, Maktabah Syamilah, Hadist ke-67.
[5] Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Sharah Shahih Al Bukhari, hlm. 297-298.
[6] Ibid.
[7] Imam Az-Zabidi, Terj. At-Tajrid As-Sharih hadist ke-62.
[8] Shahih Bukhari, Maktabah Syamilah, Hadist ke-68.
[10] Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Sharah Shahih Al Bukhari, hlm. 307-308.
[11] Ibid.
[12]Imam Az-Zabidi, Terj. At-Tajrid As-Sharih hadist ke-63.
[13] Shahih Bukhari, Maktabah Syamilah, Hadist ke-69.
[15] Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Sharah Shahih Al Bukhari, hlm. 308-309.
[16] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar