Rabu, 04 April 2012


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam Dunia Pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam pastilah terdapat berbagai macam problem baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini sangatlah memerlukan perhatian khusus dari Guru Agama, karena Guru Agama dianggap sebagai kunci sentral dalam membendung dan memfilter pengaruh negatif dari luar.
Oleh karena itulah kelompok kami akan membahas bimbingan dan konseling islami, sesuai dengan referensi yang kami dapatkan dan bermanfaat untuk kami kembangkan, pertamanya kami acuh tak acuh terhadap pokok bahasan ini karena teori- teori yang banyak dikembangkan di buku- buku bimbingan dan konseling adalah teori barat yang sangat minim sekali pada peribahan bimbingan dan konseling dalam sudut pandang Islam. Tapi rasa acuh tak acuh itu berkembang menjadi sebuah kesadaran untuk memotifasi kami membuat suatu makalah yang sangat urgen ini, karena kami menganggap diri kami sebagai kaum intelektual muslim yang masih tahap belajar sering mendapat suatu pertanyaan-pertayaan” dimanakah peranan agama dan nilai budaya (Moral) dalam pengembangan anak?”.
Dan diri kami tersentuh dan bertanya tiada henti, ketika seorang remaja muslim sudah tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam dirinya dan menghianati apa yang telah ia pelajari mulai awal tentang agama norma tersebut.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islami
Bimbingan dan konseling merupakan alih bahasa dari istilah inggris guidance dan counseling. Dalam kamus bahasa Inggris guidance dikaitkan dengan kata asal guide, yang diartikan sebagai berikut : menunjukkan jalan (Showing the way), memimpin (leading). menuntun (conducting), memberikan petunjuk (giving instruction), mengatur (regulating), mengarahkan (governing), memberikan nasehat (giving advice)[1]. Dalam kamus bahasa Inggris, counseling dikaitkan dengan kata counsel, yang diartikan sebagai berikut : nasehat (to abtain counsel), anjuran (to give counsel), pembicaraan (to take counsel).[2]
 Mengenai kedudukan dan hubungan antara bimbingan dan konseling terdapat banyak pandangan, salah satunya memandang bahwa konseling sebagai teknik bimbingan, dengan kata lain konseling berada dalam bimbingan. Pendapat lain menyatakan bahwa bimbingan merupakan pencegahan munculnya masalah yang dialami oleh individu dengan kata lain bimbingan sifat atau fungsinya preventif (pencegahan), sedangkan konseling sifatnya kuratif dan Korektif. Namun bimbingan dan konseling dihadapkan pada objek yang sama yaitu Problem sedangkan perbedaannya terletak pada perhatian dan perlakuan dari masalah.
Perbedaan Bimbingan dan Konseling umum dengan bimbingan dan Konseling Islami menurut Thohari Musnamar, di antaranya yaitu[3]:
1.        Pada umumnya di barat proses layanan bimbingan dan konseling tidak dihubungkan dengan Tuhan maupun ajaran agama. Maka layanan bimbingan dan konseling dianggap sebagai hal yang semata-mata masalah keduniawian, sedangkan Islami menganjurkan aktifitas layanan bimbingan dan konseling itu merupakan suatu  ibadah kepada Allah SWT suatu bantuan kepada orang lain, termasuk layanan bimbingan dan konseling, dalam ajaran Islam di hitung sebagai suatu sedekah.
2.        Pada umumnya konsep layanan bimbingan dan konseling barat hanyalah di dasarkan atas pikiran manusia. Semua teori bimbingan dan konseling yang ada hanyalah didasarkan atas pengalaman-pengalaman masa lalu, sedangkan konsep bimbingan dan konseling Islami didasarkan atas, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, aktivitas akal dan pengalaman manusia.
3.        Konsep layanan Bimbingan dan konseling Barat tidak membahas masalah kehidupan sesudah mati. Sedangkan konsep layanan bimbingan dan konseling Islami meyakini adanya kehidupan sesudah mati
4.        Konsep layanan bimbingan dan konseling Barat tidak membahas dan mengaitkan diri dengan pahala dan dosa. Sedangkan menurut bimbingan dan konseling Islami membahas pahala dan dosa yang telah di kerjakan.

Dari perbedaan diatas akan melahirkan beberapa definisi diantaranya, yaitu :
1.      Thohari mengartikan bimbingan dan konseling Islami sebagai suatu proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah SWT yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.[4]
2.      Yahya Jaya menyatakan bimbingan dan konseling agama Islami adalah pelayanan bantuan yang diberikan oleh konselor agama kepada manusia yang mengalami masalah dalam hidup keberagamaannya, ingin mengembangkan dimensi dan potensi keberagamaannya seoptimal mungkin, baik secara individu maupun kelompok, agar menjadi manusia yang mandiri dan dewasa dalam beragama, dalam bidang bimbingan akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan keimanan dan ketaqwaan yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits.[5]
3.      Ainur Rahim Faqih mengartikan bahwa bimbingan dan konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.[6]

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling Islami merupakan suatu usaha yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi dan memecahkan masalah yang dialami klien agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat berdasarkan ajaran Islam.
Ciri khas konseling Islam yang paling mendasar menurut Hamdani Bakran Adz-Dzaky, adalah[7] ;
1.      Berparadigma pada wahyu dan keteladanan para Nabi, Rasul dan para ahli warisnya.
2.      Hukum konselor memberikan konseling kepada klien dan klien meminta bimbingan kepada konselor adalah wajib dan suatu keharusan dan bahkan merupakan ibadah.
3.      Akibat konselor menyimpang dari wahyu dapat berakibat fatal baik bagi diri sendiri maupun bagi kliennya.
4.      System konseling Islami di mulai dari mengarahkan kepada kesadaran nurani.
Peranan agama dalam bidang bimbingan dan konseling akan memberikan warna, arah dan susunan hubungan yang tercipta antara klien dan konselor. Prayitno menyatakan unsur-unsur agama tidak boleh diabaikan dalam konseling, dan justru harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk mencapai kesuksesan, upaya bimbingan dan konseling yaitu kebahagiaan klien.[8]
Ada dua alasan mendasar mengapa perlu menghadirkan Bimbingan dan konseling Islami. Alasan yang paling utama adalah karena Islam mempunyai pandangan-pandangan tersendiri mengenai manusia. Al-Qur’an sumber utama agama Islam, adalah kitab petunjuk, di dalamnya terdapat banyak petunjuk mengenai manusia.Allah, sebagai pencipta manusia tentu, tentunya tahu secara nyata dan pasti siapa manusia. Lewat Al-Qur’an Allah memberikan rahasia-rahasia tentang manusia. Karenanya kalau kita ingin tahu bagaimana cara menghadapi manusia secara sungguh-sungguh, maka Al-Qur’an (wahyu) adalah sumber yang layak dijadikan acuan utama dan tak pantas untuk dilupakan. Ajaran Islam dapat menjadi acuan sebagai landasan yang ideal dalam menjalani kehidupan. Untuk itu tepatlah kiranya jika teori-teori dan teknik-teknik bimbingan dan konseling yang lahir di Barat, terlebih dahulu di Islamisasikan sebelum diterapkan dalam kehidupan. Bimbingan dan konseling Islami memberikan jalan mencegah dan pemecahan masalah, selalu mengubah orientasi pribadi, penguatan mental spiritual, penguatan tingkah laku kepada akhlak yang mulia, upaya perbaikan serta teknik-teknik bimbingan dan konseling lainnya.
Sebagai catatan penting yang perlu diperhatikan adalah kalimat “Bimbingan dan konseling Islam” dan “Bimbingan dan konseling Islami” adalah merupakan sebuah kalimat yang hampir sama namun berbeda. Arif Wibisono Adi dalam tulisannya yang berjudul kerangka dasar psikologi Islami menyatakan bahwa;“Yang sering menimbulkan kontroversi adalah masalah nama. Banyak psikologi Muslim yang keberatan untuk menyebutnya dengan sebutan Islam, karena seolah-olah di sini ada otoritas Tuhan. Akibatnya orang-orang takut untuk mengkritiknya lagi, padahal bagaimanapun ilmu itu dinamis dan selalu berkembang. Selalu ada teori atau dalil yang tumbang untuk digantikan dengan teori atau dalil yang baru.
Sebagai hasil dari nalar manusia, maka pandangan-pandangan dari ilmu itu bisa salah dan disalahkan untuk digantikan dengan yang lebih mendekati kebenaran. Kebenaran yang mutlak tidaklah dapat dicapai oleh manusia. Dengan memakai embel-embel Islami justru ilmu itu ditakutkan jadi mandek karena orang sudah tidak berani menumbangkan teori atau dalil-dalilnya lagi dan disangkanya semuanya sudah benar secara mutlak”.[9]
Menurut Hidayat Nataatmadja (1985), istilah “…..Islam” sebaiknya digantikan dengan istilah “…..Islami” untuk membedakan antara wahyu dan ide.[10] Karenanya akan lebih tepat kalau kita menyebut Bimbingan dan konseling Islami dan bukan Bimbingan dan konseling Islam.
 “Bimbingan dan konseling Islami” dengan menunjang nama itu diharapkan secara langsung tergambar karakteristik dan identitasnya yang semuanya bermuara pada nilai-nilai yang Islami. Dan sebagai wadah yang masih menanti kelengkapan isi rasanya nama tersebut lebih luwes dan luas.
Menurut penulis tidak perlu merombak sama sekali ilmu atau teori-teori Bimbingan dan konseling Barat yang telah ada, namun cukup hanya dengan sikap kritis dan selektif dan kemudian hal-hal yang dianggap kurang cocok cukup kita ubah dan sesuaikan dengan pandangan-pandangan dan ideal-ideal Islam saja.

B. Landasan Bimbingan dan Konseling Islami
Landasan (dasar pijak) utama bimbingan dan konseling Islami adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya sumber dari segala sumber pedoman hidup umat Islami, dalam arti mencakup seluruh aspek kehidupan mereka, Sabda Nabi SAW.
Artinya : “Hadis dari Malik bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda; Aku tinggalkan sesuatu bagi kalian semua, yang jika kalian selalu berpegang teguh kepadanya niscaya selama-lamanya tidak akan pernah salah langkah, sesuatu itu yakni Kitabullah dan Sunnah Rasul” (H.R. Malik).[11]
 Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya dapat dikatakan sebagai landasan ideal dan konseptual bimbingan dan konseling Islami. Berdasarkan al-Qur’an dan sunnah Rasul itulah gagasan, tujuan dan konsep-konsep.[12]
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul merupakan landasan utama bagi bimbingan dan konseling Islami, yang juga dalam pengembangannya dibutuhkan landasan yang bersifat filsafat dan keilmuan. Al-Qur’an di sebut juga dengan landasan “naqliyah” sedangkan landasan lain yang dipergunakan oleh bimbingan dan konseling Islami yang bersifat “aqliyah”. Dalam hal ini filsafat Islam dan ilmu atau landasan ilmiah yang sejalan dengan ajaran Islam.[13]
Jadi landasan utama bimbingan dan konseling Islami adalah al-Qur’an dan Sunnah. Firman Allah SWT dalam surat At-Tin ayat 4, sebagai berikut :
Artinya : “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”[14]
Menurut Tafsir al-Maraghi sesungguhnya manusia diciptakan dalam bentuk yang paling baik. Kami ciptakan ia dengan tinggi yang memadai, dan memakan makanannya dengan tangan, tidak seperti makhluk lain yang mengambil dan memakan makanannya dengan mulutnya. Lebih dari itu kami istimewakan manusia dengan akalnya, agar bisa berfikir dan menimba berbagai ilmu pengetahuan serta bisa mewujudkan segala inspirasinya[15]
Al-Qur’an dapat menjadi sumber bimbingan dan konseling Islami, nasehat, dan obat bagi manusia. Firman Allah surat al-Isra’ ayat 82
Artinya : “Dan kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”[16]
Menurut Tafsir Tematik Cahaya al-Qur’an, al-Qur’an merupakan mukjizat Muhammad SAW yang abadi, yang diturunkan Allah berbagai cahaya dan petunjuk. Di dalamnya terdapat obat bagi jiwa yang sakit karena penyakit hati dan penyakit kemasyarakatan, seperti akidah yang sesat dan menyingkap hati yang tertutup, sehingga menjadi obat bagi hati, seperti layaknya ramuan obat-obatan bagi kesehatan. Jika suatu kaum mau mengambil petunjuk darinya mereka akan mendapatkan kemenangan dan kebahagiaan, sebaliknya jika mereka tidak mau menerimanya, maka mereka akan menyesal dan sengsara[17]

1. Konseling Perspektif al-Qur'an
1. Hakikat Manusia
Menurut konsep konseling, manusia itu pada hakikatnya adalah sebagai makhluk biologis, makhluk pribadi, dan makhluk sosial.Ayat-ayat Al Qur’an menerangkan ketiga komponen tersebut. Di samping itu Al Qur’an juga menerangkan bahwa manusia itu merupakan makhluk religius dan ini meliputi ketiga komponen lainnya, artinya manusia sebagai makhluk biologis, pribadi, dan sosial tidak terlepas dari nilai-nilai manusia sebagai makhluk religius.
Menurut konsep konseling, manusia sebagai makhluk biologis memiliki potensi dasar yang menentukan kepribadian manusia berupa insting. Manusia hidup pada dasarnya memenuhi tuntutan dan kebutuhan insting.Menurut keterangan ayat-ayat Al Qur’an potensi manusia yang relevan dengan insting ini disebut nafsu.
Menurut kandungan ayat-ayat Al Qur’an manusia itu pada hakikatnya adalah makhluk yang utuh dan sempurna, yaitu sebagai makhuk biologis, pribadi, sosial, dan makhluk religius. Manusia sebagai makhluk religius meliputi ketiga komponen lainnya, yaitu manusia sebagai makhluk biologis, pribadi dan sosial selalu terikat dengan nilai-nilai religius.
a. Sebagai Makhluk Biologis
Menurut konsep konseling, manusia sebagai makhluk biologis memiliki potensi dasar yang menentukan kepribadian manusia berupa insting. Manusia hidup pada dasarnya memenuhi tuntutan dan kebutuhan insting. Menurut keterangan ayat-ayat Al Qur’an potensi manusia yang relevan dengan insting ini disebut nafsu.
Potensi nafsu ini berupa al hawa dan as-syahwat. Syahwat adalah dorongan seksual, kepuasan-kepuasan yang bersifat materi duniawi yang menuntut untuk selalu dipenuhi dengan cepat dan memaksakan diri serta cenderung melampau batas[18]. Al Hawa adalah dorongan-dorongan tidak rasional, sangat mengagungkan kemampuan dan kepandaian diri sendiri, cenderung membenarkan segala cara, tidak adil yang terpengaruh oleh kehendak sendiri, rasa marah atau kasihan, hiba atau sedih, dendam atau benci yang berupa emosi atau sentimen. Dengan demikian orang yang selalu mengikuti al-hawa ini menyebabkan dia tersesat dari jalan Allah[19].
Ada tiga jenis nafsu yang paling pokok, yaitu: (1) nafsu amarah , yaitu nafsu yang selalu mendorong untuk melakukan kesesatan dan kejahatan[20], (2) nafsu lawwaamah, yaitu nafsu yang menyesal . Ketika manusia telah mengikuti dorongan nafsu amarah dengan perbuatan nyata, sesudahnya sangat memungkinkan manusia itu menyadari kekeliruannya dan membuat nafsu itu menyesal[21], dan (3) nafsu muthmainnah, yaitu nafsu yang terkendali oleh akal dan kalbu sehingga dirahmati oleh Allah swt.. Ia akan mendorong kepada ketakwaan dalam arti mendorong kepada hal-hal yang positif [22].
b. Sebagai Makhluk Pribadi
Menurut konsep konseling seperti yang dikemukakan dalam Terapi Terpusat pada Pribadi, Terapi Eksistensial, Terapi Gestalt, Rasional Emotif Terapi, dan Terapi Realita. Manusia sebagai makhluk pribadi memiliki ciri-ciri kepribadian pokok sebagai berikut:
1)   memiliki potensi akal untuk berpikir rasional dan mampu menjadi hidup sehat, kreatif, produktif dan efektif, tetapi juga ada kecendrungan dorongan berpikir tidak rasional
2)   memiliki kesadaran diri,
3)   memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dan bertanggung jawab,
4)   merasakan kecemasan sebagai bagian dari kondisi hidup,
5)   memiliki kesadaran akan kematian dan ketiadaan,
6)   selalu terlibat dalam proses aktualisasi diri.
Berdasarkan keterangan ayat-ayat Al Qur’an, manusia mempunyai potensi akal untuk berpikir secara rasional dalam mengarahkan hidupnya ke arah maju dan berkembang[23], memiliki kesadaran diri[24], memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan[25] serta tanggung jawab[26].Sekalipun demikian, manusia juga memiliki kondisi kecemasan dalam hidupnya sebagai ujian dari Allah yang disebut al khauf[27], memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan fitrahnya kepada pribadi takwa[28]
c. Sebagai Makhluk Sosial
Menurut konsep konseling, seperti yang diungkapkan dalam Terapi Adler, Terapi Behavioral, dan Terapi Transaksional, manusia sebagai memiliki sifat dan ciri-ciri pokok sebagai berikut: (1) manusia merupakan agen positif yang tergantung pada pengaruh lingkungan, tetapi juga sekaligus sebagai produser terhadap lingkungannya, (2) prilaku sangat dipengaruhi oleh kehidupan masa kanak-kanak, yaitu pengaruh orang tua (orang lain yang signifikan), (3) keputusan awal dapat dirubah atau ditinjau kembali, (4) selalu terlibat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cinta kasih dan kekeluargaan.
Sebagai makhluk sosial, Al Qur’an menerangkan bahwa sekalipun manusia memilikipotensi fitrah yang selalu menuntut kepada aktualisasi iman dan takwa, namun manusia tidak terbebas dari pengaruh lingkungan atau merupakan agen positif yang tergantung pada pengaruh lingkungan terutama pada usia anak-anak. Oleh karena kehidupan masa anak-anak ini sangat mudah dipengaruhi, maka tanggung jawab orang tua sangat ditekankan untuk membentuk kepribadian anak secara baik [29]Namun demikian, setelah manusia dewasa (mukallaf), yakni ketika akal dan kalbu sudah mampu berfungsi secara penuh, maka manusia mampu mengubah berbagai pengaruh masa anak yang menjadi kepribadiannya (keputusan awal) yang dipandang tidak lagi cocok [30]bahkan manusia mampu mempengaruhi lingkungannya (produser bagi lingkungannya) [31]Sebagai makhluk sosial ini pula manusia merupakan bagian dari masyarakat yang selalu membutuhkan keterlibatan menjalin hubungan dengan sesamanya, hal ini disebut dengan silaturrahmi [32]
d. Sebagai Makhluk Religius
Konsep konseling tidak ada menerangkan manusia sebagai makhluk religius.Sebagai makhluk religius manusia lahir sudah membawa fitrah, yaitu potensi nilai-nilai keimanan dan nilai-nilai kebenaran hakiki. Fitrah ini berkedudukan di kalbu, sehingga dengan fitrah ini manusia secara rohani akan selalu menuntut aktualisasi diri kepada iman dan takwa dimanapun manusia berada [33]Namun tidak ada yang bisa teraktualisasikan dengan baik dan ada pula yang tidak, dalam hal ini faktor lingkungan pada usia anak sangat menentukan. Manusia sebagai makhluk religius berkedudukan sebagai abidullah dan sebagai khalifatullah di muka bumi.
Abidullah merupakan pribadi yang mengabdi dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan dan petunjuk Allah[34]Hal ini disebut ibadah mahdhah. Khalifatullah merupakan tugas manusia untuk mengolah dan memakmurkan alam ini sesuai dengan kemampuannya untuk kesejahteraan umat manusia, serta menjadi rahmat bagi orang lain atau yang disebut rahmatan lil’alamin [35]

2. Konseling Perspektif al-Hadits
1. Penguatan Agama Melalui Nasihat dan Bimbingan Konseling Islami
أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الدِّينُ النَّصِيحَةُ » قُلْنَا لِمَنْ قَالَ« لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ ). صحيح مسلم – (ج 1 / ص 53

2. Nilai-Nilai Dasar Bimbingan Konseling Islami
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم- « مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ. (صحيح مسلم – (ج 8 / ص 71

3. Potensi Dasar Diri Manusia
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْحَلَالُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لَا يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الْمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا إِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ )البخاري)
4. Memposisikan Manusia Sebagai Tugas Bimbingan Konseling Islami
1.    عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُنَزِّلَ النَّاسَ مَنَازِلَهُمْ مَعَ مَا نَطَقَ بِهِ الْقُرْآنُ مِنْ قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ )مسلم(
2.     وَفِي رِوَايَةٍ أُخْرى : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْزِلُوا النَّاسَ مَنَازِلَهُمْ)رواه أبو داود(

5. Bimbingan Konseling Islam dalam Memelihara dan Mengembangkan Fitrah manusia
1.  عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ )البخاري(
6. Indikator Iman, Islam dan Ihsan dalam Proses BKI
a. Indikator Iman: Integrasi kognitif, afektif dan psikomotorik.
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِيمَانُ مَعْرِفَةٌ بِالْقَلْبِ وَقَوْلٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ (رواه إبن ماجه)
b. Indikator Islam: Integrasi Iman, Ibadah dan Peduli Sosial.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ (رواه البخاري)
c. Indikator Ihsan: Integrasi nilai-nilai teologis, psikologis dan sosiologis dalam BKI
1.  قالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ الْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ )البخاري(
2.  قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ صَدَقْتَ )مسلم)
3.  ) قَالَ فَمَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَعْمَلَ لِلَّهِ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ) (رواه أحمد)
d. Islam Terbaik: Integrasi antara Mikro dan Makro-konseling.
1)   عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ (النسائي)
2)   عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ (رواه أبو داود)

7. Tindakan Antisifatif dan Preventif dalam BKI
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبَعْضِ جَسَدِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَعُدَّ نَفْسَكَ فِي أَهْلِ الْقُبُورِ فَقَالَ لِي ابْنُ عُمَرَ إِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تُحَدِّثْ نَفْسَكَ بِالْمَسَاءِ وَإِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تُحَدِّثْ نَفْسَكَ بِالصَّبَاحِ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ قَبْلَ مَوْتِكَ فَإِنَّكَ لَا تَدْرِي يَا عَبْدَ اللَّهِ مَا اسْمُكَ غَدًا قَالَ أَبُو عِيسَى وَقَدْ رَوَى هَذَا الْحَدِيثَ الْأَعْمَشُ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ نَحْوَهُ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ الضَّبِّيُّ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ لَيْثٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ (رواه الترمذي: كتاب الزهد، )2255 )
8. Terapi
1.  مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا قَدْ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ )رواه أحمد(
2.  عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ )رواه مسلم(

9. Sistem Evaluasi dan Penilaian
1.      عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله لا ينظر إلى صوركم وأموالكم ولكن ينظر إلى قلوبكم وأعمالكم ) رواه مسلم) : كتاب البر والصلة ،( 4751)
2.    عن أبي هريرة رفعه إلى النبي صلى الله عليه وسلم قال إن الله لا ينظر إلى صوركم وأموالكم ولكن إنما ينظر إلى أعمالكم وقلوبكم (رواه أبن ماجة)، كتاب الزهد (4123)







KESIMPULAN

A.  Kesimpulan
Dari paparan dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Bimbingan dan konseling menurut ahli bahasa dari istilah inggris guidance dan counseling. Dalam kamus bahasa Inggris guidance dikaitkan dengan kata asal guide, yang diartikan sebagai berikut : menunjukkan jalan,memimpin, menuntun, memberikan petunjuk, mengatur, mengarahkan, memberikan nasehat. Dalam kamus bahasa Inggris, counseling dikaitkan dengan kata counsel, yang diartikan sebagai berikut : nasehat, anjuran, pembicaraan.
Sedangkan bimbingan dan konseling islami adalah sebagai suatu proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah SWT yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan kata lain bimbingan dan konseling Islami merupakan suatu usaha yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi dan memecahkan masalah yang dialami klien agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat berdasarkan ajaran Islam.
            Dalam Biimbingan dan Konseling Islami tentu akan memiliki landasan dan pijakannya adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya adalah sumber dari segala sumber pedoman hidup umat Islam.

 B. Saran dan Kritik.
Sebagai manusia yang tak terlepas dari kesalahan kami sangat mengharap saran dan kritik dari teman-teman, lebih khusus kepada Ibu Dosen demi menuju kesempurnaan makalah ini. Demikian makalah yang bisa kami paparkan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin...


B.      
DAFTAR PUSTAKA

ü  Al –Qur'an dan Terjemah
ü  W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 1997).
ü  Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami, (Yogyakarta : UII Press. 1992
ü  Yahya Jaya, Bimbingan dan Konseling Agama Islam, (Padang : Angkasa Raya. 2004),
ü  Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru, 2001).
ü  Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : Rineka Cipta. 2004).
ü  Fuad Nashori, Membangun Paradigma Psikologi Islami, (Yogyakarta : SIPRESS. 1994).


[1] W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 1997, hal. 65
[2] Ibid., hal. 70
[3] Thoha Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami, Yogyakarta : UII Press. 1992, hal. 9
[4] Ibid., hal. 55
[5] Yahya Jaya, Bimbingan dan Konseling Agama Islam, Padang : Angkasa Raya. 2004, hal. 108
[6] Ainur Rahim Faqih, op. cit., hal. 4
[7] Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru, 2001, hal. 189-190
[8] Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka Cipta. 2004, h. 135
[9] Fuad Nashori, Membangun Paradigma Psikologi Islami, Yogyakarta : SIPRESS. 1994, h. 30
[10] Ibid., h. 31
[11] Malik bin Anas Abu A’badullah at-Ashbaniy, Muwatha’ al-Imam Malik. (Mesir : Dariyah at-Turats-A’rabhiy, jilid 2, h. 799
[12] Thoha Musnamar, op. cit., h. 5-6
[13] Ainur Rahim Fagih, op. cit., h. 5
[14] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : Toha Putra. 1995, h. 74
[15] Abu Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy, Semarang : Toha Putra. 1989, h. 341
[16] Departemen Agama RI, op. cit., h. 225
[17] Muhammad Departemen Agama RI, op. cit., h. 225
[17] Muhammad Ali Ash-sabhany, Cahaya Al-Qur’an Tafsir Tematik, Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2001, h. 539
[18] Ali-Imran: 14, Al-A’raf: 80, dan An-Naml:55.
[19] An-Nisa:135, Shad: 26 dan An-Nazi’at: 40-41
[20] Yusuf:53
[21] Al Qiyamah:1-2
[22] Al-Fajr: 27-30
[23] Al-Baqarah: 164, Al-Hadid:17, dan Al-Baqarah: 242
[24] Al-Baqarah:9 dan 12
[25] Fushilat: 40, Al-Kahfi: 29, dan Al-Baqarah: 256
[26]  Al-Muddatsir: 38, Al-Isra: 36, Al-Takatsur: 8 .
[27] Al-Baqarah: 155
[28] Ar-Ruum: 30, Al-A’raf: 172-174, Al-An’am:74-79, Ali-Imran: 185, An-Nahl: 61, dan An-Nisa: 78.
[29] At-Tahrim: 6
[30] Ar-Ra’du: 85 dan Al-Hasyr:18,
[31] Al-Ankabut: 7, Al-A’raf: 179, Ali-Imran: 104, Al-Ashr:3, dan At-Taubah:122.
[32] Al-Hujurat:13, Ar-Ra’du: 21, dan An Nisa: 1.
[33] Ar-Ruum: 30 dan Al-A’raf:172-174.
[34] Adz-Dzariyat: 56.
[35] Al-Baqarah: 30.